Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search
Journal : Jurnal Madani

KONSEP SABAR DALAM AL-QUR’AN Sopyan Hadi
Jurnal Madani: Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Humaniora Vol 1 No 2: September 2018
Publisher : Lembaga Kajian Demokrasi dan Pemberdayaan Masyarakat (LKD-PM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (286.042 KB) | DOI: 10.33753/madani.v1i2.25

Abstract

Penelitian ini berjudul: “Hakikat Sabar dalam Al-Quran”, mencoba mengangkat studi komparatif penafsiran Prof. HAMKA di dalam Tafsir Al-Azhar dan Prof. M. Quraish Shihab di dalam Tafsir Al-Mishbah. Penulis memilih topik tersebut didorong oleh rasa ingin tahu tentang kurang tepatnya pemahaman masyarakat muslim Indonesia tentang sabar yang hakiki. Dalam banyak kesempatan, penulis sering menemukan pengertian sabar yang diidentikkan dengan “bertahan hidup dalam kemiskinan dan kemalangan”, atau “terpaksa” menerima musibah”. Dalam konteks ini, sabar dimasukkan ke dalam wilayah yang “pasif” atau “terpaksa”. Akan tetapi, ketika penulis mencermati beberapa ayat tentang sabar, antara lain perintah Allah Swt untuk meminta pertolongan dengan sabar dan shalat (QS al-Baqarah: 45), penulis berpendapat bahwa ayat tersebut dan ayat-ayat sabar yang lain, semestinya dipahami dengan kerangka “sabar yang aktif dan produktif”. Hasil penelitian tesis ini menunjukkan bahwa sabar ialah suatu karakter atau perangai budi yang sangat utama dimiliki oleh setiap muslim untuk mempertahankan harkat dan martabatnya sebagai muslim yang unggul. Sabar semestinya dimiliki oleh setiap muslim ketika mendapatkan nikmat maupun ujian, dalam keadaan lapang maupun sempit, senang atau susah. Baik Prof. Hamka dan Prof. Dr. M. Quraish Shihab memandang hakikat sabar adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan emosi agar mampu bertahan dalam kebaikan dan keburukan. Sabar menurut HAMKA adalah suatu sikap dari jiwa yang besar dan terlatih, yang akan diperoleh dengan jalan mengendalikan diri, tabah dalam menghadapi segala ujian, dengan disertai bersyukur kepada Allah dan memegang teguh ketakwaan, sedangkan menurut M. Quraish Shihab adalah keberhasilan menahan gejolak hati demi maencapai sesuatu yang baik dengan jalan mensucikan Tuhan.